Selasa, 04 Juni 2019

Kami keluarga besar TK Elhijaa mohon maaf tiada batas dhoohiron wa baathinan ats segala salah&khilaf 'aamidan au naasiyan 🙏🙏🙏 تقبل ﷲ اعمالنا في رمضان وغفر لناماتقدم من ذنوبنا وبها جعلنا كيوم ولدتنا امهاتنا,امين. عيد مبارك ١٤٤٠ ه Ahmad Jaelani & keluarga .

Minggu, 04 Oktober 2009

Fatwa Haram MUI

Mengapa Harus Fatwa Haram ?

Kondisi riil ekonomi masyrakat tak kunjung membaik meski kepemimpinan Nasional silih beganti, bahkan cenderung semakin merosot. Janji-janji politik semasa kampanye PILEG maupun PILPRES lima tahun silam hanyalah rayuan untuk meraih simpati dan suara ummat. Setelah terpilih mereka hanya sibuk memakmurkan diri sendiri dan kelompoknya. Kini masyarakat tinggal menunggu kinerja para wakil rakyat yang baru saja terpilih dalam PILEG 2009 apakah mereka benar-benar akan bekerja memperjuangkan kepentingan masyarakat pemilihnya, meski sebenarnya kita sudah bisa menduga akan seperti apa kinerja mereka nanti. Terlebih banyak pihak menengarai kualitas anggota Dewan periode 2009 – 2014 ini lebih rendah dari pada periode sebelumnya. Kita pun harus sabar menunggu apakah presiden terpilih mampu mewujudkan janji-janjinya memperbaiki kualitas hidup rakyatnya ? Ataukah hanya akan melanjutkan keterpurukan mereka ?
Krisis ekonomi yang melanda negeri ini ditambah krisis global semakin mempepuruk keadaan, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Banyak pabrik dan industri tutup. Pengangguran di mana-mana. Angka kemiskinan yang masih tinggi dan sulitnya mencari pekerjaan membuat sebagian anggota masyarakat melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk melakukan pelanggaran hukum dan perbuatan yang dapat merendahkan martabat mereka di mata masyrakat seperti meminta- minta atau mengemis di tempat umum.
Sudah menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa ini untuk ikut andil menyelesaikan berbagai masalah yang melilit kehidupan berbangsa dan bernegara kita, mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, pendidikan, keagamaan dan sebagainya sesuai keahlian, tugas dan perannya masing-masing. Khusus masalah pebaikan ekonomi memang bukan pekerjaan mudah. Bidang ini tidak hanya memerlukan kepakaran dengan sederet gelar akademik, melainkan lebih dari itu dibutuhkan kejujuran, keuletan dan dedikasi yang tinggi pada kebangsaan, sehingga terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur bukan sekedar cita-cita belaka. Bila tidak, maka suatu saat kita akan melihat bangsa ini akan berada pada level terbawah di hampir semua lini kehidupan bahkan di tingkat negara-negara ASEAN, wal’iyazdu billah min zdalik ! ( semoga Tuhan melindungi dari hal tersebut ! ).
Belakangan ini terutama pada setiap bulan suci Ramadhan ada pemandangan tidak sedap yang membuat hati siapa pun yang melihatnya miris : banyaknya para pengemis yang berkeliaran di kota Surabaya. Mereka ada yang cuma berdua tapi ada pula yang berkelompok hingga tujuh orang dengan pakaian yang memang ‘didisain’ khusus untuk pengemis. Mereka didrop dari luar kota sekitar Surabaya dengan tujuan terutama tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang sepeti komplek makam sunan Ampel dan sekitarnya. Kalau di luar bulan Ramadhan biasanya terjadi setiap hari Jumat terutama lagi pada Jumat Legi. Ini bisa dimaklumi karena komplek makam Sunan Ampel yang menjadi kawasan Wisata Religi ini dikunjungi ribuan peziarah dari berbagai kota di Jawa. Mereka ( para pengemis ) secara ruitin datang ke Surabaya untuk mengais sedekah dari para dermawan. Mereka tidak memperdulikan spanduk yang bertuliskan larangan meminta-minta di tempat umum karena melanggar undang-undang.




Walhasil mengemis ini sudah menjadi semacam profesi bagi mereka. Padahal sebagian dari mereka tidaklah miskin-miskin amat. Bahkan ada yang memanfaatkan ( maaf ! ) cacat fisik mereka. Bahkan lagi penulis tahu ada dari mereka yang beristri lebih dari satu. Masya Allah ! Hebat !? Itulah kalimat pertamakali yang terucap dari mulut penulis ketika mengetahuinya. Namun tentu masalah pengemis ini membuat hati kita semua pedih dan prihatin. Mengaapa di negeri yang tersohor dengan slogan gemah ripah lohjinawi ini masih ada ( baca: banyak ) para pengemis entah karena terpaksa atau karena budaya malas. Bahkan kita terperangah oleh berita di media bahwa ada sebuah kecamatan di Kabupaten Sumenep Madura yang hampir seluruh penduduknya berprofesi sebagai pengemis. Mungkin pihak Museum Rekor Indonesia ( MURI ) perlu mendaftarkannya sebagai rekor baru. Keadaan ini tentu membuat jengah para pemimpin kita khususnya di Kabupaten Sumenep. Tak urung Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Kabupaten Semenep pun bereaksi keras dalam menyikapi fenomena ummatnya ini. Sampai-sampai mereka mentolo mengeluarkan jurus pamungkasnya : Fatwa Haram yang didukung oleh MUI Pusat.
Namun menurut hemat penulis Fatwa Haram ini lagi-lagi tidak akan efektif sebagaiman juga fatwa haram sebelumnya yaitu fatwa haram merokok. Artinya para pengemis itu ( juga perokok ) tidak akan pernah menghentikan kebiasaannya hanya lantaran terbitnya Fatwa Haram MUI tersebut. Hal ini karena beberapa alasan : pertama tidak adanya alasan ( ‘illah ) yang yang kuat. Bahkan alasan ini bersifat permanent. Artinya, dalam situasi dan kondisi sepeti apa pun meminta tidak bisa dihukumi haram. Sebab hukum asalnya

*Majelis Ulama Indonesia kabupaten Sumenep Madura menelurkan fatwa haram untuk menyikapi maraknya budaya meminta-minta di tempat umum oleh ummatnya. Fatwa Haram tersebut. Diamini oleh MUI Jatim dan Pusat.
( Artikel ini pernah saya kirim ke harian Surya & dimuat pada edisi 07 September 2009)